Bissmillahirrahmaanirrahiim.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, Robbul Izzati, Allah SWT Pencipta alam semesta yang telah memberikan segala nikmat bagi semua makhluk ciptaan-Nya. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah ke haribaan baginda Rosulullah SWT pembawa panji kebenaran yang telah membawa umat dari alam gelap gulita menuju cahaya Ilahi, Tauhid Ilahiah.
Malam ini bagi sebagian besar masyarakat kita sudah menjadi sebuah tradisi untuk melakukan hura-hura merayakan datangnya tahun baru. Bagi umat muslim perayaan tahun baru sebetulnya diadakan bertepatan dengan tanggal 1 Muharam. Tentu tidak ada salahnya bagi kita, di malam yang penuh hiruk pikuk ini mengisinya dengan berdzikir dan mengingat Allah SWT dengan bersama-sama membaca Surat Yasin, Tahlil dan Tahmid sekaligus juga memperingati tahun baru hijriyah.
Tepat tanggal 18 Desember 2009 lalu, umat Islam kembali bertemu dengan pergantian tahun baru hijriah 1 Muharram 1431 H. Perubahan tahun kalender Islam yang berdekatan waktunya dengan perayaan hari Natal dan tahun baru Masehi dan Imlek patut dijadikan renungan bersama.
Dalam tradisi Islam, bulan Muharram ini memiliki makna yang unik. Umat Islam memiliki cerita yang khas mengenai muharram ini. Selain karena Muharram telah dijadikan sebagai titik tolak pergantian tahun baru hijriah, Muharram juga menjadi bulan favorit para nabi zaman dulu diselamatkan dari berbagai petaka. Hingga hari ini, ritual menyambut tahun baru Islam dirayakan melalui pembacaan doa akhir dan awal tahun, termasuk disunnahkan bagi umat Islam untuk puasa Asyura (hari ke-10), di samping Tasu’a (hari ke-9) dan hari ke-11.
Dasar puasa sunnah ini adalah salah satu hadits Rasulullah yang termaktub dalam Sahih Bukhari: ’’Dari Ibnu ’Abbas, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, ia melihat orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Nabi bertanya: ’Apakah ini?’ Orang-orang Yahudi menjawab: ’Ini hari yang baik. Pada hari inilah Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa AS berpuasa pada hari itu. Kata Nabi kemudian: ’Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian. Maka Nabi pun melakukan puasa dan kaum mukmin untuk melakukannya juga.”
Ada juga hadits yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharram), ditambah hari Tasu’a (9 Muharram) dan tanggal 11 Muharram akan diampuni dosa-dosanya selama setahun yang lalu. Dua hadits ini setidaknya menambah keyakinan betapa Asyura merupakan bulan penting karena telah terjadi peristiwa bersejarah yang patut diperingati.
Konon banyak sekali nabi Allah yang disembuhkan atau diselamatkan pada tanggal 10 Muharram. Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakit kustanya, Nabi Musa diselamatkan dari kejaran Raja Fir’aun, Nabi Nuh dibebaskan dari kepungan banjir besar, Nabi Ibrahim diselamatkan dari kobaran api Raja Namrud dan lain sebagainya. Nabi-nabi pilihan ini diangkat derajatnya dan mengalami titik balik (turning point) kehidupan pada hari Asyura itu. Hadits dan bukti historis di atas dijadikan pijakan oleh kaum muslim untuk melakukan puasa sunnat Asyura sebagai wujud rasa syukur karena Allah telah menyelamatkan manusia pilihan dari tindak kebathilan kaumnya.
Melawan Kebathilan
Perjuangan melawan kebathilan dan mempertahankan serta menegakkan kebenaran seharusnya dilakukan lebih militan dan sistematis. Jangan sampai loyo dan akhirnya dikalahkan oleh kebathilan. Bahwa kita wajib mewujudkan pemerintahan yang baik terutama di kabupaten Pandeglang adalah kebenaran yang harus dilaksanakan. Kalau kita sepakat bahwa semua bentuk korupsi di kabupaten Pandeglang adalah common enemy (musuh bersama) yang harus diperangi bersama, mestinya harus disuarakan keras-keras oleh semua pihak dan dengan komitmen tinggi untuk tidak melakukannya.
Jihad menegakkan kebenaran dan memberantas kebathilan adalah spirit utama peringatan Muharram. Spirit ini jauh lebih utama ketimbang berpuasa, sekalipun lebih afdhal bila dilakukan bersamaan, berpuasa sekaligus jihad. Pertarungan antara kebenaran dan kebathilan berlangsung terus tanpa henti, sampai datang saat di mana yang haq akan dimenangkan dan yang bathil dimusnahkan. Kemenangan melawan kebathilan tidak pernah terwujud tanpa usaha serius dari manusia.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kebathilan yang telah menjerumuskan rakyat ke jurang kesengsaraan harus dihentikan. Pelaku yang menyebabkan kesesengsaraan harus dicuci mentalnya dan dikembalikan ke jalan yang benar. Oleh karena itu, peringatan tahun baru Islam ini harus dijadikan momentum bahwa kebenaran harus ditegakkan dan kebathilan harus dilawan habis.
Mari kita bangun Pandeglang dengan semangat jihad dan perjuangan untuk menjadikan Pandeglang Baru, Pemimpin Baru menuju masyarakat yang baldatun thoyyibatun warrobbun gofur.